Jelajah Depok

Jangan ngaku orang Depok Kalo belum mengenal Kota Depok.

  • Beranda
  • Daftar Isi
  • Tentang Kami
  • Contact Us
  • Facebook Page
Home Archive for 2015
  
   Bagi para pekerja yang menggunakan jasa kereta api komuter Jakarta-Bogor mungkin sudah tidak asing lagi bila mendengar nama pondok cina. Pasalnya Pondok Cina merupakan nama salah satu stasiun yang di apit oleh stasiun Depok Baru dan stasiun Universitas Indonesia. Bagi warga Depok sendiri mungkin mengenal Pondok Cina sebagi salah satu kelurahan yang termasuk dalam kecamatan Beji. Yang tidak banyak orang tahu adalah asal-usul nama Pondok Cina itu sendiri. Dari pada penasaran mari kita simak pembahasan nya seperti berikut.
  • ETIMOLOGI
 
   
      Berawal dari masa chastelein ketika beliau membeli tanah didepok dengan status partikelir beliau mengolah tanah tersebut menjadi lahan pertanian yang subur dan makmur dengan hasil bumi yang melimpah. Setelah mencukupi kebutuhannya sendiri Depok sebagai wilayah yang mempunyai hak otonomi khusus memutuskan untuk mengimpor sebagian hasil buminya ke Jakarta. Depok pun berkembang menjadi kota (negara) agrikultur yang makmur dan otomatis dengan daya beli yang tinggi. Seperti kata pribahasa : "ada gula ada semut", datang lah para pedagang kelontong dan kebutuhan pokok lainnya ke Depok. Para pedagang tersebut umumnya(atau mungkin seluruhnya) berasal dari etnis tionghoa. Namun dalam surat wasiatnya Chastelein membuat peraturan bahwa Para pedagang Tionghoa dilarang untuk bermukim di Depok. Setiap pagi para pedagang ini pulang pergi Jakarta-Depok. Pada masa itu belum ada sarana transportasi yang memudahkan seperti sekarang, bila melalui jalan Darat mereka harus menempuh 4 jam perjalanan dengan kereta kuda menembus hutan-hutan lebat dari Jakarta. Selain memalui darat ada pula sarana transportasi air melalui kali Ciliwing menggunakan rakit. Bagi sebagian para pedagang keharusan untuk pulang pergi setiap hari ini terasa terlalu memberatkan. Merekapun memutuskan untuk membangun pondok(gubuk) disekitar bantaran kali ciliwung tepatnya di daerah yang dulu bernama Kampung Bojong sebagai sarana bermalam dan transit dari pada harus pulang pergi Jakarta-Depok setiap harinya. Dari situlah sebutan Pondok Cina berasal dan sampai sekarang Pondok Cina merupakan nama salah satu kelurahan di Depok yang masuk dalam Kecamatan Beji.
  • JEJAK KAKI BANGSA TIONGHOA DIDALAM CATATAN SEJARAH
      Jauh sebelum kedatangan bangsa belanda menemukan jalan ke Hindia Timur, Bangsa tionghoa telah lebih dulu mengenalnya bahkan bermukim disana. Salah satu bukti nyatanya antara lain jurnal perjalanan seorang pengembara bernama Fa Hien. Dia menceritakan tentang perjalanannya ke negri jauh yang makmur diselatan. Negri tersebut dipimpin oleh seorang raja yang karismatik nan bijaksana, tercatat negeri tersebut bernama To Lo Mo(Taruma Negara).
      Menurut Dr. Tri Wahyuning Irsyam nama pondok cina itu sendiri sudah ada dan disebut sejak jaman chastelein. Ketika pihak pemerintah kolonial membuat peta tentang wilayah depok dan sekitarnya nama pondok cina sudah terpampang dipeta tersebut.

     Nama pondok cina juga sudah disebutkan dalam jurnal perjalanan seoorang pegawai tinggi VOC bernama Abraham Van Riebek. Dia melakukan perjalanannya pada tahun 1904 dalam tujuan meninjau potensi daerah-daerah penunjang ibu kota batavia yang dimulai dari Tjililitan-Tandjoeng Timoer-Seringsing-Pondok Tjina-Bodjong Manggis-Kedung Halang-Parung Angsana.
        Berbeda dengan catatan sejarah, pendapat yang berkembang dikalangan masyarakat asli justru berbeda. Menurut cerita turun temurun nama Pondok Cina justru bari disebut-sebut pada tahun 1920. Menurut warga sekitar Pondok Cina dulunya bernama Kampoeng Bojong, sampai sekelompok orang etnis tionghoa menempati sebagian kecil dari hutan Kampung Bojong. Mereka mendirikan tempat tinggal temporer disana (pondok) dan dari situlah nama Pondok Cina berasal.
  • RUMAH TUA PONDOK CINA  
      Tak banyak memang peninggalan sejarah oleh etnis tionghoa yang bertahan hingga kini. Keturunan asli para pedagang Tionghoa inipun sulit ditemukan. Kalau memang ada etnis tionghoa depok dimasa kini kebanyakan mereka adalah pendatang yang baru menginjak Depok setelah tahun 1900-an. Namun ada 1 peninggalan etnis Tionghoa yang tidak bisa luput dari pandangan mata warga depok pada umumnya. Karena peninggalan ini berupa sebuah rumah dengan arsitektur Belanda yang berdiri kokoh di halaman sebuah pusat perbelanjaan dikota depok, tepatnya di Margo City.
      Dibangun dan didirikan pada abad ke-18 oleh seorang arsitek belanda, rumah tua pondok cina kemudian dibeli oleh salah seorang saudagar tionghoa yang bernama Law Tek Lok. Rumah tersebut kemudian diwariskan kepada putranya yang bernama Kapitan Der Chinezeen Law Chen Shiang. 
      Pada masanya lokasi rumah tua pondok cina merupakan perkebunan karet dan persawahan pribadi milik keluarga Law. Disekitarnya hidup pulang 5 buah keluarga yang juga merupakan etnis tionghoa. Mereka sebagian besar berprofesi sebagai petani dan menjual hasil buminya ke Depok atau Batavia. Seiring berjalannya waktu satu persatu keluarga-keluarga ini pindah meninggalan tempat tinggal mereka. Tak ada yang tahu pasti alasannya dan yang tersisa hanyalah bangunan tua tersebut yang sekarang dialih-fungsikan sebagai kedai kopi (kafe) di area pusat perbelanjaan Margo City.



Etnik adalah suatu kelompok atau golongan masyarakat yang mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama, ciri khas yang menandai etnik berdasarkan kesamaan budaya, bahasa, agama dan perilaku.

PENYEBARAN ETNIK DI DEPOK
Mungkin kita sudah tau dari pembahasan artikel sebelumnya bahwa para pekerja Chasteline yang ada di Depok di datangkan dari berbagai etnik yang ada di indonesia yang menyebabkan banyaknya etnik di Depok. Sementara mayoritas pekerja yang di datangkan adalah dari etnik Betawi, maka daerah Depok dipengaruhi dengan budaya Betawi.
Persentase Etnik Di Depok (sumber: PoestahaDepok)


Setidaknya terdapat 260 etnik yang bertempat tinggal di Depok. Ada lima etnik yang signifikan, dari hasil sensus penduduk pada tahun 2010 bahwa presentase etnik terbanyak adalah Betawi sebanyak 36.70%, disusul Jawa 33.07%, Sunda 16.50%, sementara dua etnik lainya hanya mencapai dua persen. Batak 2.91%, Minangkabau 2.66%.






BAHASA YANG DIGUNAKAN
Bahsa yang digunakan di Depok pun beragam karena faktor penyebaran dan pengaruh etnik yang berdatangan ke kota Depok, berdasarkan dari hasil sesus penduduk bahasa yang digunakan:


  • Bahasa Indonesia          82.63%
  • Bahasa Betawi                8.22%
  • Bahasa Jawa                   4.74%
  • Bahasa Sunda                  2.80%
  • Lainya                              1.61% 
Sumber: Sensus Penduduk(SP) 2010

Dari hasil di atas kita ketahui bahwa pengaruh budaya modern menyebabkan masyarakat kita kurang meminati bahasa daerah yang menjadi ciri khas suatu etnik. 


MAYORITAS AGAMA DI KOTA DEPOK
Pada dasarnya agama menjadi salah satu ciri khas suatu etnik, dari data yang kita bisa lihat dibawah menunjukan jumlah penganut agama yang ada di Depok, berikut datanya:
 

Karena etnik terbanyak di Depok adalah Betawi, Jawa dan Sunda maka agama yang paling mendominasi adalah Islam. Namun keragaman agama di Kota Depok tetap serasi karena sekarang ini di Depok telah terbentuk organisasi Forum Komukasi Umat Beragama (FKUB) yang telah berdiri lebih dari 16 tahun. Di bentuk dengan harapan menyatukan toleransi antara umat beragama.

Sebagai masyarakat Depok kita haruslah berbangga dengan keberagaman budaya, agama, dan etnik yang ada, maka kita patutlah menjaga keserasian yang sudah ada sejak kota Depok berdiri, dan sudah sewajarnya kita sebagai warga yang baik mengajarkan hal ini kepada generasi yang akan datang.
FASE AWAL KEHIDUPAN
Saudara bungsu Tole Iskandar yang dikatakan paling mirip dengan sosok beliau

     Masyarakat Depok pada umumnya mungkin mengenal tole iskandar hanya sebagai nama jalan semata. Namun sebenarnya Tole Iskandar adalah nama pejuang kemerdekaan asli Depok yang kisah hidupnya patut untuk diceritakan dan dijadikan panutan.


     Terlahir sebagai anak pertama pasangan Samidi Darmo Raharjo dan Soekati Soejodiwirjo pada tahun 1926 Tole Iskandar dibesarkan di lingkungan keluarga yang terbilang cukup terpandang dan tidak kekurangan soal materi mengingat posisi ayahanda beliau sebagai menteri perairan di Batavia. Tole Iskandar dan orang tuanya beserta ke-6 saudaranya tinggal di Gang Kembang, Ratu Jaya, Depok. Sebagai anak sulung dari keluarga terpandang Tole Iskandar memiliki kesempatan untuk bersekolah di Eropeesche Lagere School dan Special Depoksche school.


     Namun karena rasa nasionalisme yang tinggi Tole memilih untuk tidak bersekolah dimana pengajar dan siswa-siswinya masih berkaitan dengan kolonial Belanda. Dia anggap hal itu akan mengikis rasa nasionalismenya. Ia kemudian lebih memilih untuk bersekolah di Taman Siswa dan Sekolah Dagang Batavia di Sawah Besar.


KETERLIBATANNYA DI DALAM BIDANG KEMILITERAN
Barisan pemuda Depok cikal bakal Laskar 21

     Ketika Jepang berhasil memukul mundur pihak kolonial Belanda dan menyatakan sebagai tanah jajahannya, Tole Iskandar mulai aktif dalam bidang kemiliteran dengan ikut serta dalam Pelatihan PETA. Namun tak lama Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada sekutu, hal ini di manfaatkan oleh guna bangsa Indonesia guna mencapai Kemerdekaan NKRI. Peta pun kehilangan fungsinya dan harus dibubarkan. Dalam keikutsertaannya ini Tole jarang sekali atau hampir tidak pernah pulang kerumah. Keluarganya tidak ada yang menyangka bahwa Tole adalah salah seorang Sudancho PETA, mereka mengira kalau Tole selama ini bersekolah sampai Tole pulang lengkap dengan seragam Sudancho dan pedang samurai.

     Dengan bekal pelatihan dan pengetahuannya di bidang militer tersebut Tole beserta teman-temannya mantan anggota heiho dan kelompok pemuda islam depok memutuskan untuk membentuk suatu badan keamanan rakyat. Diadakanlah rapat yang pertama di sebuah rumah di Jl. Citayam (sekarang jl. Kartini). Hasil rapat mengacu pada terbentuknya Badan Keamanan Rakyat yang lebih dikenal sebagai Laskar 21 dengan Tole sebagai komandannya.


     Menjelang awal oktober 1945 seiring memuncaknya kecemburuan sosial masyarakat pribumi terhadap Belanda Depok terjadi kerusuhan dimana-mana. rumah-rumah dijarah, hampir setiap hari terjadi pembunuhan, sistem strata sosial tak lagi belaku, Depok menjadi kota yang sangat kacau. Sebagai komandan Badan Keamanan Rakyat Tole Iskandar tentu saja tidak tinggal diam. Ketika terjadi Insiden di Jl. Pemuda masyarakat kampung merebut semua harta milik para keturunan Belanda Depok. Laskar 21 dibawah komando Tole Iskandar diperintahakan untuk mengamankan serta mengevakuasi para Belanda Depok ke gedung gemeente bestur depok (sekarang rumah sakit harapan) yang terletak di dekat stasiun Depok Lama. Peristiwa inilah yang membuat Tole Iskandar dikenal sebagai komandan perang yang berhati mulia dan menghormati setiap nyawa manusia baik yang dianggap kawan maupun lawan.


PERJUANGANNYA MELAWAN NICA

     Tak lama setelah peristiwa godoran mulai reda bangsa Indonesia kembali mengalami peristiwa yang mengancam keamanan dan kedaulatan NKRI datangnya pasukan NICA. Depok yang sebelumnya dijaga oleh laskar 21 direbut oleh pasukan NICA. Kedatangan NICA ke Depok membuat Tole Iskandar dan para pemuda dari seluruh Depok memutuskan untuk angkat senjata melawan penjajah. Apa daya dikarenakan persanjataan pasukan NICA yang lebih lengkap laskar 21 beserta para kelompok pejuang lain nya terpaksa terpukul mundur yang menyebabkan terkepungnya Tole Iskandar dan terbakarnya rumah beliau oleh tentara NICA.
tentara NICA


     Pada tanggal 16 november 1945 para pemuda yang terpukul mundur menjalin kembali koordinasi dan rencana untuk merebut kota Depok. Peristiwa ini dikenal dengan nama peristiwa "Serangan Kilat". Namun peristiwa ini pun gagal. Untuk kedua kali para pejuang gagal merebut kota depok dengan gugurnya Margonda di daerah srengseng.

     Laskar 21 dan beberapa kelompok pemuda lainnya kemudian memutuskan untuk meleburkan diri menjadi "Batalion I Depok". Batalion ini tak kunjung lelah melancarkan serangan terhadap tentara inggris NICA di Pasar Minggu dan Kalibata.
prosesi pemakaman Tole Iskandar



     Sampai pada akhirnya Tole Iskandar gugur di dalam pertempuran yang berlokasi didaerah Cikasintu, Sukabumi setelah didesak dan dipojokkan oleh tentara NICA. Beliau wafat dalam usia belia 25 tahun dalam usaha memperjuangkan dan mengusir penjajah dari bumi tanah air tercinta.
Atas jasa-jasanya tersebut pemerintah depok menetapkan nama Tole Iskandar sebagai nama salah satu jalan utama yang menghubungkan Depok tengah ke Depok lama dan Depok 1 berlandaskan perda nomor 1 tahun 1999.
peresmian jl. Tole Iskandar yang dihadiri perwakilan keluarga almarhum









Bagi anda yang pernah berkunjung ke kota Depok dari arah wilayah selatan kota Jakarta tentunya anda akan melewati jalur utama kota Depok, dari jalur Margonda inilah yang biasa dilalui sebagai akses utama oleh masyarakat Depok. Segala kegiatan pemerintahan, perekonomian dan pendidikan semuanya ada di jalan ini. Tidak terlepas dari nama margonda ada sebuah kisah heroik yang bisa kita kenang khususnya masyarakat Depok.





Margonda
Lahir                 Bogor, Jawa Barat
Meninggal       16 November 1945

Kisah Margonda
Mengingat sejarah Margonda tentunya kita kembali mengingat peristiwa Gedoran Depok pada masa revolusi, ketika kekuasan Belanda jatuh ke kaisaran Jepang, dulunya Margonda adalah soerang anak muda yang menuntut ilmu sebagai analis kimia di balai penyidikan kota Bogor.

Di awal tahun 1940-an,margonda mengikuti pelatihan penerbangan cadangan di Luchtvaart Afdeeling,departemen penerbangan Belanda. Tapi pelatihan ini tak berlangsung lama, pada 5 maret 1942 akhirnya Belanda menyerah pada Jepang, sehingga indonesia beralih kekuasan pada kekaisaran Jepang, dan Margonda pun bekerja untuk Jepang.

Pada pertengahan tahun 1945 Amerika Serikat menggempur Jepang, dengan menjatuhkan bom atom di kota Nagasaki dan Hiroshima, Jepang pun menyerah tapi penjajahan di bumi nusantara belum berakhir sekutu datang ke indonesia dengan kekuatan cukup besar.

Setelah masa revolusi Margonda pun aktif dalam gerakan kepemudaan yang membentuk laskar-laskar. Margonda bersama tokoh-tokoh pemuda wilayah Depok dan Bogor mendirikan Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) yang berpusat di jalan Merdeka Bogor.

Menurut catatan sejarah sejarah Depok sebenarnya sudah merdeka sejak 28 juni 1714, hingga pada era revolusi pada 11 oktober 1945. Para pejuang menyerbu dan menguasai Depok, mereka menganggap orang Depok tidak mengakui kemerdekaan indonesia, TKR pun memerangi Depok, walaupun sempat Margonda menengahi pasukan TKR tapi upayanya pun gagal, Margonda beranggapan hal ini yang akan membuat rakyat tercerai berai.

Pertempuran di Kali Bata
Dalam keadaan tercerai berai itulah NICA datang bersama sekutu untuk membebaskan para Belanda-Depok  dari tawanan TKR. Memasuki bulan November rakyat kembali menjalin komunikasi dan rencana untuk menggempur pasukan NICA, mereka menyusun serangan yang menggunakan sandi "serangan kilat" peperangan terjadi di daerah kali bata.

 Pasukan AMRI di bawah komando Margonda bertempur habis-habisan, dengan bersenjatakan granat di tangan Margoda mencoba menyerang barisan musuh namun sayang sebelum dia melemparkan granat nya Margonda sudah terlebih dahulu di terjang timah panas musuh, dengan tubuh bersimbah darah Margonda pun gugur pada 16 November 1945. Dalam kurun waktu 24 jam pertempuran berlangsung sengit, begitulah penuturan "Adung" salah satu pejuang kemerdekaan,sumber(Historia.id).

saat itu masa paling kelam bagi para pejuang Depok. Sampai saat ini nama Margonda dikenang dan diabadikan sebagai nama jalan di kota Depok.

sumber:

  • Merdeka.com
  • Historia.id
Sejarah depok memang erat kaitannya dengan penjajahan belanda. Hingga muncul lah sebutan "Belanda Depok" untuk menyebut penduduk depok asli. Ada anggapan bahwa Belanda Depok adalah orang belanda yang tinggal di depok. Namun pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Lalu, siapakah belanda depok? Untuk mengetahui jawabannya mari kita bahas di artikel berikut yang di bahas secara lugas dan terperinci.
belanda depok
Bermula saat colonel chastelein membeli tanah di wilayah selatan jakarta sepanjang sungai ciliwung seharga 700 ringgit dari pemerintah Belanda dengan status partikelir yang artinya terlepas dari peraturan-peraturan dan berhak mengelola dan membentuk pemerintahan sendiri. Guna menjalankan bisnisnya chastelein tentu saja membutuhkan pekerja, Beliaupun kemudian mendatangkan sekitar 200-an budak yang dikirim dari berbagai daerah nusantara seperti Bali, Minahasa, Timor, bahkan dari luar negeri sekalipun seperti Filipina. Oleh chastelein tanah tersebut kemudian dijadikan sektor agrikultur yang makmur dengan iklim yang sejuk dan pemandangan yang asri.
Selain perannya sebagai tuan tanah, kepala pemerintahan chastelein juga ternyata seorang penginjil. Dia adalah seorang penganut agama protestan yang taat. Dia kemudian mendirikan sebuah padepokan/pondok yang berfungsi sebagai pengajaran dan penyebaran agama kristen dan norma-norma sosial yang sesuai dengan adat isitiadat belanda. Setelah proses pengkristenan ke 200-an pekerja ini dibagi menjadi 12 marga dan memiliki nama belakang yang baru masing-masing. Ke 12 marga tersebut adalah:
  1. Leander
  2. Bacas
  3. Loen
  4. Lauren
  5. Soedira
  6. Tholense
  7. Jacob
  8. Zadoch
  9. Samuel
  10. Jonathan
  11. Isach
  12. Joseph
Ke 12 keluarga tersebut berhasil mengadopsi adat isitiadat, kepercayaan sehingga mempengaruhi gaya hidup mereka dalam kehidupan sehari-hari.


foto : naskah asli surat wasiat chastelein


Menjelang akhir hayatnya chastelein menuliskan surat wasiat yang isinya antara lain :
  • Mewariskan seluruh tanah beserta isinya yang berupa 300 kerbau, 2 perangkat gamelan berlapis emas, 60 tombak perak dan seluruh bangunan yang berdiri diatas tanah depok kepada para pekerjanya.
  • Penduduk depok asli dilarang memakai dan mengedarkan candu (opium)
  • Tanah yang diwariskan dilarang dijual/disewakan pada pihak ketiga atau digunakan untuk kepentingan yang tidak mendatangkan manfaat bagi warga depok.
Setelah mendapatkan hak waris atas tanah ke 12 marga tersebut patuh dan taat menjalankan apa yang dianjurkan dan dilarang oleh chastelein. Depok menjadi kota (republik) yang makmur aman, tentram dan sejahtera. Tempat-tempat peribadatan di bangun, begitu juga sekolah, kantor pemerintahan, rumah sakit atapun segala sesuatu yang berhubungan dengan administrasi warga depok di bangun di tempat yang sekarang adalah jl. kartini. Tempat tersebutlah yang kemudian disebut sebagai Depok Lama. 
Para pejabat depok ini lah membentuk masyarakat yang eksklusif. Kebudayaan dan bahasa Belanda mulai mengakar. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa belanda sesama warga depok asli. Gaya hidup mereka jauh berbeda dengan masyarakat pribumi baik deri segi makanan, pakaian, fasilitas maupun perlakuan anak emas yang diberikan para pejabat belanda terhadap mereka. 
Kebiasaan itu juga dibawa saat mereka berada diluar lingkungan depok seperti ketika mereka didalam kereta api dalam perjalanan ke Batavia guna menuntut ilmu di sekolah tinggi maupun ketika mereka menghadiri pertemuan-pertemuan politik. Hal inilah yang dianggap aneh dan menimbulkan dogma dan kecemburuan sosial bagi kalangan pribumi yang bukan penduduk depok. Orang berkulit hitam bertemu dengan orang berkulit hitam berkomunikasi dengan bahasa belanda. Pada awalnya orang yang melihat hal tersebut menyebut mereka belanda hitam. Namun setelah mereka tahu bahwa asal orang-orang tersebut dari depok maka muncullah sebutan "Belanda Depok".



Foto: Suasana 'Pembacaaan proklamasi kemerdekaan'oleh Bung Karno


PASCA PROKLAMASI KEMERDEKAAN
Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, wilayah depok yang dahulu satu dengan Bogor, belum sepenuhnya bisa melepaskan diri dari penjajahan, rakyat Depok terus memperjuangkan kemerdekaannya.

Dalam suasana penuh gejolak di belahan bumi nusantara lainya yang terus memperjuangkan kemerdekaannya,tak terkecuali wilayah Depok yang pada saat itu ada peristiwa penting yang dikenal dengan nama "Gedoran Depok". Yang merupakan awal dari sejarah perjuangan rakyat Depok. Dan kisah-kisah heroik dari para pahlawan kita yang jasanya tak akan bisa kita lupakan.

Foto: Laporan Belanda dalam peristiwa "Gedoran Depok"

GEDORAN DEPOK
Setelah proklamasi kemerdekaan tahun 1945, para Belanda-Depok di anggap oleh rakyat pribumi sebagai suatu kelompok yang tak mau mengakui kemerdekaan indonesia, sehingga hal ini yang berakhir pada peristiwa "Gedoran Depok" pada tanggal 11 oktober 1945.

Depok pun bergejolak, terjadinya huru-hara di seluruh wilayah Depok. Peristiwa ini bermula pada tanggal 7 oktober 1945, pemboikotan pasar secara besar-besaran oleh warga pribumi.

"Lukisan Yang menggambarkan perjuangan rakyat Depok"(Museum Perjoangan Bogor)
sumber:detik.com


Dalam peristiwa itu ada sosok penting, pada satu malam sebelum terjadinya gedoran Depok Margonda salah satu pahlawan Depok yang berperan sebagai penengah atara pasukan TKR(Tentara Keamanan Rakyat) dengan Belanda-Depok.Tapi usaha margonda gagal, tetap saja TKR menggap para Belanda-Depok sama seperti penjajah yang tidak menginginkan Indonesia merdeka.

Dalam pandangan margonda gedoran Depok hanyalah membuat rakyat tercerai berai. TKR terus memerangi Belanda-Depok, hingga berhasil mengusir tetantara NICA(Netherlands-Indies Civil Administration) untuk sementara waktu. Hingga tiba saat nya NICA kembali menyerbu Depok.


Kala itu Depok dalam masa kritis, para pejuang yang gagah berani maju bertempur di medan perang walau mereka rela harus bertaruh nyawa. Satu persatu pejuang pun berguguran ini semua demi satu tujuan, yaitu mengusir para penjajah keluar dari bumi Indonesia tercinta kita.


TERBENTUKNYA KOTA ADMINISTRATIF DEPOK
foto : rumah sakit harapan yang dulunya merupakan
kantor gemeente bestur Depok.


Saat terjadinya proklamasi kemerdekaan tahun 1945 depok belumlah termasuk ke dalam wilayah kedaulatan NKRI dan masih mempunyai pemereintahan sendiri yang berbentuk daerah otonom khusus dengan nama resmi Gementee Bestur van Het Partikuliere Land Depok. Baru pada tanggal 4 agustus tahun 1945 pemerintah Indonesia mengambil alih Republik Depok dengan cara membayar ganti rugi kepada ke 12 marga depok yang mendapat hak waris atas tanah pemberian Cornelis Chastelein. Kemudian, oleh pemerintah RI depok dirubah bentuknya menjadi Kecamatan yang termasuk Kewadenan Parung, kota Bogor. Pada saat itu depok terdiri dari 21 desa dengan Desa Depok sebagai pusat pemerintahan tepatnya jalan kartini berdiri kantor-kantor yang berkaitan dengan pemerintahan seperti kantor kecamatan, kantor pos. koramil, kantor telepon dan PDAM. Pusat kota inilah yang kemudian mendapat sebutan "DEPOK LAMA".

Seiring berkembangnya depok lama pemerintah mumutuskan bahwa depok membutuhkan pusat hunian baru dengan didirikannya Perumnas (perumahan nasional) pada tahun 1976 diiringi dengan dibangunnya Universitas Indonesia. Seiring pesatnya pertumbuhan perekonomian dan bertambah padatnya penduduk depok masyarakat merasa butuhnya akan pelayanan sosial dan urusan-urusan yang berhubungan dengan administasi pemerintahan.
Oleh karena itu pada tahun 1981 pemerintah kemudian memutuskan untuk merubah kecamatan depok menjadi kota administratif melalui PP no 43 tahun 1981 dan diresmikan oleh menteri dalam negeri Amir machmud.
Pada masa awalnya kota administrasi Depok terdiri dari 13 kecamatan dan 17 desa yaitu :

  1. Kecamatan Pancoran Mas terdiri dari 6 desa yaitu : Desa Depok, Desa Depok Jaya, Desa Pancoran Mas, Desa Mampang, Desa Rangkapan Jaya, Desa Rangkapan Jaya Baru.
  2. Kecamatan Beji terdiri dari 5 desa yaitu : Desa Beji, Desa Kemiri Muka, Desa Pondok Cina, Desa Tanah Baru, Desa Kukusan.
  3. Kecamatan Sukmajaya terdiri dari 6 desa yaitu : Desa Mekar Jaya, Desa Sukmajaya, Desa Sukamaju, Desa Cisalak, Desa kalibaru, Desa Kalimulya.

Selama Kurun waktu 17 Tahun Kota Administratif Depok berkembang dengan pesat baik di bidang Pemerintahan, pembangunan dan Kemasyarakatan, Khususnya bidang Pemerintahan semua Desa berubah menjadi Kelurahan dan adanya pemekaran Kelurahan, sehingga pada akhirnya Depok terdiri dari 3 (tiga) Kecamatan dan 23 (dua puluh tiga) Kelurahan, yaitu :
  1. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, yaitu kelurahan Depok, Kelurahan Depok jaya, Kelurahan Pancoran Mas, Kelurahan Mampang, Kelurahan Rangkapanjaya, Kelurahan Rangkapanjaya Baru.
  2. Kecamatan Beji, terdiri dari 6 (enam) Kelurahan yaitu Kelurahan Beji, Kelurahan Beji timur, Kelurahan Pondok Cina, Kelurahan Kemirimuka, Kelurahan Kukusan, Kelurahan Tanah Baru.
  3. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari 11 (sebelas) Kelurahan yaitu Kelurahan Sukmajaya, Kelurahan Sukamaju, Kelurahan Mekarjaya, Kelurahan Abadijaya, Kelurahan Bakti Jaya, Kelurahan Cisalak, Kelurahan Kalibaru, Kelurahan Kalimulya, Kelurahan Cilodong, Kelurahan Jatimulya, Kelurahan Tirta Jaya.
HARI JADI DAN MASA TRANSISI
Dengan semakin pesatnya perkembangan dan tuntutan aspirasi masyarakat yang semakin mendesak agar Kota Administratif Depok ditingkatkan menjadi Kotamadya dengan harapan pelayanan menjadi maksimum. Disisi lain Pemerintah Kabupaten Bogor bersama-sama Pemerintah Propinsi Jawa Barat memperhatikan perkembangan tersebut,dan mengusulkannya kepada Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999, Tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat Ii Depok, yang ditetapkan pada tanggal 20 April 1999 berbarengan dengan pelantikan Penjabat Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Drs. H. Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat sebagai Walikota Kota Administratif Depok.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 Wilayah Kota Depok meliputi wilayah Kota Administratif Depok terdiri dari 3 (tiga) kecamatan sebagaimana tersebut di atas dan ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor, yaitu :
  1. Kecamatan Cimanggis yang terdiri dari 1 (satu) Kelurahan dan 12 (dua belas) Desa, yaitu : Kelurahan Cilangkap, Desa Pasir Gunung Selatan, Desa Tugu, Desa Mekarsari, Desa Cisalak Pasar, Desa Curug, Desa Harjamukti, Desa Sukatani, Desa Sukamaju Baru, Desa Jatijajar, Desa Tapos, Desa Cimpaeun, Desa Leuwinanggung
  2. Kecamatan Sawangan, yang terdiri dari 14 (empat belas) Desa yaitu : Desa Sawangan, Desa Sawangan Baru, Desa Cinangka, Desa Kedaung, Desa Serua, Desa Pondok Petir, Desa Curug, Desa Bojongsari, Desa Bojongsari Baru, Desa Duren Seribu, Desa Duren Mekar, Desa Pengasinan, Desa Bedahan, Desa Pasir Putih.
  3. Kecamatan Limo yang terdiri dari 8 (delapan) Desa yaitu : Desa Limo, Desa Meruyung, Desa Cinere, Desa Gandul, Desa Pangkalan Jati, Desa Pangkalan Jati Baru, Desa Krukut, Desa Grogol.
Dan ditambah 5 (lima) Desa dari Kecamatan Bojonggede, yaitu : Desa Cipayung, Desa Cipayung Jaya, Desa Ratu Jaya, Desa Pondok Terong, Desa Pondok Jaya.
Adapun hari jadi kota depok diambil dari hari peresmian kota administratif kota depok menjadi Daerah tingkat II Kotamadya depok yang jatuh pada tanggal 27 april 1999 yang berlandaskan perda kota depok nomor 1 tahun 1999 dan disahkan oleh DPRD kota depok.

sumber: wikipedia.org


Kota depok adalah kota yang terletak di selatan kota jakarta dan berbatasan langsung dengan kota bogor dan jakarta. Secara geografis kota ini terletak pada 6o 19’ 00” – 6o 28’ 00” Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Lokasinya yang strategis namun tergolong masih asri dan ideal dijadikan tempat hunian menjadikan depok berkembang pesat dalam dasawarsa terakhir.

ETIMOLOGI
Depok berasal dari kata padepokan yang dalam bahasa sunda kawi berarti pertapaan atau persemedian. Namun seiring berjalannya waktu kata Depok bergeser maknanya lebih mendekati tempat atau sarana mempelajari suatu disiplin ilmu seperti ilmu agama, bela diri, seni-budaya dan lain-lain. Pendapat lain mengatakan Depok/Depoc merupakan akronim organisasi perkumpulan pekerja kristiani yang di bentuk oleh Cornelis Chastelein yaitu De Everste Prostante Organisatie van Cristenen. Ada juga yang mengatakan Depok berasal dari kata belanda De Volk yang artinya rakyat atau masyarakat. Namun sampai saat ini asal usul nama depok masih menjadi perdebatan bagi beberapa sejarawan dan cendekiawan.
Foto:Perkumpulan 'De Everste Prostante Organisatie van Cristenen'


DEPOK ABAD KE 15
Pada abad ke 15 kerajaan Padjajaran dipimpin oleh Prabu Siliwangi yang beragama hindu. Guna menghalau gempuran kerajaan kerajaan islam seperti kerajaan demak, kerajaan Jayakarta dan kerajaan banten, Prabu Siliwangi melahap kerajan-kerajaan kecil disepanjang sungai ciliwung yang kemudian dijadikan sebagai benteng pertahanan nya. Diantaranya kerajaan muaraberes yang punya andil sangat besar dalam pertahanan kerajaan Padjajaran terhadap gempuran kerajaan Jayakarta. Adapun lokasi kerajaan muara beres tersebut konon terletak disekitar muara sungai ciliwung kurang lebih +13 km dari pusat kota depok.

PENGARUH ISLAM DI DEPOK
Pengaruh Islam di Depok diperkirakan ada setelah tahun 1527 dan Agama Islam di Depok berkembang bersamaan dengan perlawanan Banten terhadap VOC yang pada waktu itu berkedudukan di Batavia. Hubungan Banten dan Cirebon setelah Jayakarta di rebut VOC harus melalui jalan darat, sebagai jalan pintas yang terdekat yaitu melalui Depok. Karena itu tidaklah mengherankan kalau di Depok dan Sawangan banyak terdapat peninggalan-peninggalan tentara Banten, hal ini terbukti dengan adanya peninggalan-peninggalan berupa :

1.Antara Perumnas Depok I dan Depok Utara terdapat tempat yang disebut Kramat Beji, disekitar tempat tersebut terdapat 7 buah sumur yang berdiameter + 1 meter dan dibawah pohon beringin terdapat sebuah bangunan kecil yang selalu terkunci, didalam bangunan terdapat banyak sekali senjata kuno, yaitu keris, tombak dan golok. Dari peninggalan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa orang-orang yang tinggal di lokasi tersebut bukanlah petani, tetapi tentara pada jamannya. Menurut keterangan kuncen Keramat Beji yang disampaikan secara turun temurun bahwa ditempat ini sering diadakan pertemuan antara Banten dan Cirebon. Jadi senjata tersebut merupakan peninggalan tentara Banten waktu melawan VOC dan ditempat semacam ini biasanya diadakan latihan bela diri dan pendidikan Agama yang sering disebut padepokan. Jadi nama Depok kemungkinan besar berasal dari Padepokan Beji.

2.Di Kaum Pandak (Karandenan) terdapat masjid kuno, masjid ini merupakan masjid pertama di Bogor, bentuk masjid ini masih sesuai dengan bentuk aslinya walaupun telah beberapa kali direnovasi. Menurut keterangan pengurusnya masjid ini dibangun oleh Raden Safei cucu Pangeran Sangiang, Pangeran Sangiang ini dalam sejarah bergelar Prabu Surawesesa, ia pernah jadi Raja Mandala di Muaraberes. Dirumah-rumah penduduk disekitar masjid ini masih terdapat senjata-senjata peninggalan jaman Pajajaran, juga terdapat beberapa buah kujang. Jadi masjid dibangun oleh tentara Pajajaran yang telah masuk Islam kurang lebih sekitar tahun 1550. Lokasi Masjid ini dengan Bojonggede hanya terhalang oleh sungai Ciliwung. Jadi pengaruh Islam masuk di Bojonggede sudah cukup lama.

3.Di Bojonggede terdapat makam Ratu Anti, nama sebenarnya Ratu Maemunah seorang prajurit Banten yang bertempur melawan tentara Pajajaran di Kedungjiwa. Setelah perang selesai suaminya (Raden Pakpak) menyebarkan agama Islam di Priangan, sedangkan Ratu Anti sendiri menetap di Bojonggede sampai meninggal. Ratu Anti ini salah seorang yang menyebarkan Agama Islam di Bojonggede.

foto : lukisan Colonel De Brujin yang menggambarkan kehidupan para pekerja chastelein


DEPOK ZAMAN KOLONIAL
Baru pada akhir abad ke-17 seorang saudagar sekaligus pejabat tinggi pemerintah belanda bernama Cornelis Chastelein membeli tanah seluas 12 km persegi dari pemerintah hindia belanda dengan status partikelir atau terlepasa dari kekuasaan pemerintahan hindia belanda. Chastelein kemudian menjadikan sekitar seratusan pekerja yang didatangkan dari Bali, Makassar, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan bahkan Filipina. Pemerintah Belanda memberikan izin kepada chastelein untuk membentuk pemerintahan sendiri(otonom) yang dipimpin oleh chastelein sendiri. Menjelang akhir hayatnya Chastelein menuliskan wasiat yang isinya tanah Depok seluas 1244 Ha dihibahkan kepada pekerja-pekerjanya dengan syarat memeluk agama islam dan mengganti nama belakang mereka dengan nama marga-marga kristen. Ke 12 marga tersebut memiliki kartu keluarga masing-masing dengan nama : BACAS, JACOB, ISAKH, JONATHAN, JACOB, LAURENS, LEANDER, LOEN, SAMUEL, SOEDIRA, THOLENSE, ZADOKH. Setelah tanah depok sah pemilikanya berdasarkan hukum yaitu berdasarkan keputusan Pengadilan, para “ahli waris” Cornelis Chastelein mulai menata Depok dalam bentuk Pemerintahan sipil yang dinamakan Gemeente Bestur ( Pemerintahan Kota ) Depok.

sumber: Detik.com
Langganan: Postingan ( Atom )

Mengenai Saya

jelajahdepok
Lihat profil lengkapku

Media Sosial

Instagram Tweets by @JelajahDepok

Blog Archive

  • ▼  2015 (7)
    • ▼  Desember (1)
      • SEJARAH PONDOK CINA DAN JEJAK PENINGGALAN ETNIS TI...
    • ►  November (6)
      • MAYORITAS ETNIK DI DEPOK
      • TOLE ISKANDAR DAN LASKAR 21 : KELOMPOK PEJUANG YAN...
      • MARGONDA PAHLAWAN MUDA KENANGAN DEPOK
      • ASAL MULA BELANDA DEPOK
      • ETIMOLOGI DAN SEJARAH SINGKAT KOTA DEPOK (PART 2)
      • ETIMOLOGI DAN SEJARAH SINGKAT KOTA DEPOK (PART 1)
Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright 2014 Jelajah Depok.
Designed by OddThemes